Dua orang pasien dirawat dalam sebuah kamar rumah sakit. Di kamar
itu hanya ada satu jendela. Aji yang menderita penyakit paru-paru kronis
menempati ranjang dekat jendela. Setiap siang ia boleh duduk satu jam untuk
mengeringkan cairan dari paru-parunya. Sementara Sobri penghuni ranjang lain,
harus berbaring sepanjang waktu akibat penyakit saraf punggung. Setiap hari
mereka saling menghibur dengan bertukar cerita serta pengalaman hidupnya
masing-masing.
Setiap kali Aji duduk menghadap jendela, ia selalu menceritakan apa
saja yang dilihatnya di luar sana kepada rekan sekamarnya. Bahwa jendela itu
menghadap taman di tepi danau.Air danau yang jernih itu sesekali
berpendar-pendar indah lantaran gerakan kaki-kaki kawanan angsa yang berenang
hilir mudik. Sambil memejamkan matanya Sobri membayangkan betapa indahnya
pemandangan itu. Setiap hari cerita selalu berganti-ganti, sehingga Sobri
sangat terhibur. Meski hanya satu jam, semua itu mampu memperkaya batinnya.
Tiba-tiba pikiran jahat melintas di benak Sobri. Mengapa temannya saja uang
boleh melihat indahnya dunia, sementara dirinya tergolek tak berdaya. Ini tidak
adil!
Sejak saat itu hari demi hari pikiran Sobri dihantui rasa iri. Ia
bertekad suatu saat harus berada di dekat jendela. Malam itu Aji batuk-batuk.
Cairan bercampur darah keluar dari mulut dan hidungnya. Nafasnya terengah
menahan rasa sakit. Di keremangan malam, Sobri melirik betapa sang teman sedang
bertarung melawan maut. Toh, si Sobri tak tergerak sedikit pun meraih tombol
bel untuk memanggil perawat. Padahal, ia sangat bisa melakukannya. Tidak sampai
lima menit, bunyi batuk-batuk hilang. Suasana kamar yang gelap itu senyap.
Pagi harinya, perawat terkejut mendapati Aji sudah tak bernyawa.
Sobri kemudian minta ranjangnya dipindahkan ke dekat jendela. Siang itu, sambil
menahan separuh badannya dengan siku tangan, Sobri berusaha mendongakkan kepala
menengok ke jendela. Keinginannya tercapai, melihat dunia luar yang selama ini
hanya dibayangkan. Apa yang tampak? Ternyata hanya sebidang tembok lusuh.
Penasaran ia bertanya kepada Perawat, mengapa Aji bisa mereka-reka aneka macam
cerita dari jendela ini. "Bapak tahu enggak? Sesungguhnya, Pak Aji itu
buta. Barangkali ia sengaja melakukan itu untuk menghibur Anda."
HS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar