Life is full of choices... Make sure you pick the right one. Don't listen to the voices. Hear only yours and you have won. Your looks are your own. Someone will always love you. You will never be alone. Look in the mirror and you will see who!!
DutchEnglishSpainFrenchGermanRussianJapaneseChinese SimplifiedItalianArabicKorean

Jumat, 10 Februari 2012

Cermin Indah Yang Terlupakan




Suatu ketika, sepasang suami istri, Dorman, mengadakan 'garage sale' untuk menjual barang-2 bekas yg tidak mereka butuhkan lagi. Suami istri ini sudah setengah baya, dan anak-anak mereka telah meninggalkan rumah untuk hidup mandiri. Sekarang waktunya untuk membenahi rumah, dan menjual barang-barang yang tidak dibutuhkan lagi.


Saat mengumpulkan barang2 yg akan dijual, mereka menemukan benda2 yg su...dah lama tersimpan di gudang. Salah satunya sebuah cermin hadiah pernikahan mereka, tiga puluh tahun yll.


Sejak pertama kali diperoleh, cermin itu sama sekali tidak pernah digunakan. Bingkainya yg berwarna biru aqua membuat cermin itu tampak buruk, dan tidak cocok untuk diletakkan di ruangan mana pun di rumah mereka. Cermin itu teronggok di loteng. Setelah tiga puluh tahun berlalu, mereka berpikir orang yang memberikannya tentu sudah lupa dengan cermin itu. Maka mereka mengeluarkannya dari gudang, dan meletakkannya bersama dg barang lain untuk dijual keesokan hari.


Garage sale mereka ternyata mendapat banyak peminat. Halaman rumah mereka penuh oleh orang2 yg datang untuk melihat barang bekas yg mereka jual. Satu per satu barang bekas itu mulai terjual. Perabot rumah tangga, buku2, pakaian, alat berkebun, mainan anak2, bahkan radio tua yg sudah tidak berfungsi pun masih ada yang membeli.


Seorang lelaki menghampiri Bu Dorman.


"Berapa harga cermin itu?" katanya sambil menunjuk cermin tak terpakai tadi.


bu Dorman tercengang. "Wah, saya sendiri tidak berharap akan menjual cermin itu. Apakah Anda sungguh ingin membelinya?" katanya.


"Ya, tentu saja. Kondisinya masih sangat bagus." jawab pria itu.


Bu Dorman tidak tahu berapa harga yg pantas untuk cermin jelek itu. Meskipun sangat mulus, namun baginya cermin itu tetaplah jelek dan tidak berharga.


Setelah berpikir sejenak, Bu Dorman berkata, "Hmm ... anda bisa membeli cermin itu untuk sepuluh ribu rupiah saja."


Dengan wajah berseri-seri, pria tadi mengeluarkan dompetnya, menarik selembar uang puluhan ribu dan memberikannya kepada Bu Dorman.


"Terima kasih," kata Bu Dorman, "Sekarang cermin itu jadi milik Anda. Apakah perlu dibungkus?"


"Oh, jika boleh, saya ingin memeriksanya sebelum saya bawa pulang." jawab si pembeli sambil mengupas pinggiran bingkai cermin itu. Dg satu tarikan dia melepaskan lapisan pelindungnya dan muncullah warna keemasan dari baliknya. Bingkai cermin itu ternyata bercat emas yang sangat indah, dan warna biru aqua yang selama ini menutupinya hanyalah warna dari lapisan pelindung bingkai itu!


"Ya, tepat seperti yang saya duga! Terima kasih!" sorak pria itu dengan gembira.


Bu Dorman tidak bisa berkata-kata menyaksikan cermin indah itu dibawa pergi oleh pemilik barunya, untuk mendapatkan tempat yang lebih pantas daripada loteng rumah yang sempit dan berdebu.


Kisah ini sekedar menggambarkan bagaimana kita melihat hidup kita sendiri. Terkadang kita merasa hidup kita membosankan, tidak seindah yang kita inginkan. Kita melihat hidup kita berupa rangkaian rutinitas yang harus kita jalani. Bangun pagi, pergi bekerja, pulang sore, tidur, bangun pagi, pegi bekerja, pulang sore, tidur. Itu saja yang kita jalani setiap hari.


Sama halnya dengan pasangan Dorman yg hanya melihat plastik pelapis dari bingkai cermin mereka, sehingga mereka merasa cermin itu jelek dan tidak cocok digantung di dinding. Padahal dibalik lapisan itu, ada warna emas yang indah.


Padahal di balik rutinitas hidup kita, ada banyak hal yang dapat memperkaya hidup kita. Setiap saat yang kita lewati, hanya bisa kita alami satu kali seumur hidup kita. Setiap detik yang kita jalani, hanya berlaku satu kali dalam hidup kita. Setiap detik adalah pemberian baru dari Tuhan untuk kita. Akankah kita menyia-nyiakannya dengan terpaku pada rutinitas? Akankah kita membiarkan waktu berlalu dengan merasa hidup kita tidak seperti yang kita inginkan?


Setelah dua puluh tahun, dan setelah terlambat, barulah Bu Dorman menyadari nilai sesungguhnya dari cermin tersebut. Inginkah kita menyadari keindahan hidup kita setelah segalanya terlambat? Tentu tidak.


Sebab itu, marilah kita mulai mengikis pandangan kita bahwa hidup hanyalah rutinitas belaka. Mari kita mulai mengelupas rutinitas tersebut dan menemukan nilai sesungguhnya dari hidup kita.


Marilah kita mulai menjelajah hidup kita, menemukan hal-hal baru, belajar lebih banyak, mengenal orang lebih baik. Mari kita melakukan sesuatu yang baru. Mari kita membuat perbedaan! Dengan suatu semangat baru untuk menjalani hidup lebih baik setiap hari.


Source : intisari, lupa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar